DEAR
KAMU…
Orang berkata bahwa jalan kehidupan
telah diatur sesempurna mungkin oleh sang pencipta, dan mungkin apa yang
terjadi dalam kisahku ini pun telah ditetapkan sebagai jalan terbaik oleh Nya,
namun sering kali ku merasa bahwa ada yang salah dari takdir ini, dan hasrat
hati begitu besar tuk merubahnya.
Ingatkah engkau pada masa itu? Masa
dimana ku merasa kau akan pergi meninggalkanku selamanya, hari itu ku merasa
amat terpuruk melihat kebahagiaanmu dengannya, entah apa yang kurasa, meski ku
tak begitu baik mengenalmu, namun saat kau akan beranjak pergi, hati ini terasa
sukar tuk menerima dan mengerti. Aku memang baru kali itu menatapmu, perkenalan
yang singkat tak memberiku banyak waktu untuk mengenalmu, meski begitu, kau
yang hampir setiap waktu bercerita padaku lewat pesawat telepon, diam-diam
telah menuliskan banyak kenangan indah didalam hati. Mungkin karna hal itu
hatiku terasa nyeri saat kau akan pergi, bukan karna paras indah wajahmu yang
ku akui mengejutkanku pula. Hari itu berjuta rasa hadir didalam jiwa, membuat
hatiku gundah serta gelisah, ingin rasanya ku bergegas pergi tinggalkan engkau,
agar bebas kau dengannya saling bercengkrama berdua, namun entah kenapa ada
tatap matamu yang seakan menghalangi jalanku, terpaksa ku terpaku dalam situasi
yang semakin menyudutkanku. Hatiku tak mampu bertahan lama, memaksa ragaku tuk
pergi menjauh, meski sejujurnya hati kecil terus berbisik untuk tetap tinggal
dan menatap indah wajahmu, langkah demi langkah ku perlahan menjauh seiring
untaian tanya yang keluar dari benak ku, Apa aku mencintaimu??
Hari-hari berlalu tinggalkan masa
yang amat pilu itu, namun bayangmu tetap tak mau pudar dibawa angin yang
berlalu, begitupun suara tawamu yang tempo hari selalu kudengar, mereka tetap tinggal
dan kembali terdengar disetiap datang hening suasana. Ingin hati menghubungimu
kembali, namun canggung rasanya aku tuk turuti hasrat itu, mungkin saja kini
kau tengah tertawa terbahak bahagia dengannya sang pendampingmu, aku takut
mengganggu kebahagiaanmu, aku takut hanya menjadi belenggu dalam hidupmu yang
baru.
Ya, kutegaskan hati tuk segera pergi
tinggalkan semua tentangmu yang kini telah jauh tak dapat kusentuh, walau kini
ku yakin bahwa aku benar-benar mencintaimu, tapi sepertinya harus ku kubur
dalam-dalam semua rasa itu, dan biarkan semua kenangan menjadi hiasan dalam
hati. Dulu kau hadir membawa senyumku yang sempat hilang karenanya, kau balut
luka-lukaku penuh kasih yang tulus, aku yang sekarat dan tak memiliki lagi
semangat kau rawat hingga ku kembali kuat. Kau malaikat yang telah memikat
hatiku saat jiwa ini serasa tak berharga dimata dunia, saat itu kupikir kau lah
segalanya, meski tak ku tahu apa yang kau rasa terhadapku.
Ratusan hari telah kulewati,
berharap esok aku akan lupa pada sepenggal cinta yang tak menjadi nyata, aku
memang bukan pujangga sang jawara dalam merajut cinta, berkali ku hanyut
tenggelam dalam danau cinta yang fana tak membuatku jera, dan kini kurasa aku
telah kembali tenggelam dalam cinta yang kau sajikan tanpa cerita. Tapi ku rasa
ada yang berbeda, sekian lama telah ku coba tuk melupakanmu serta membuka hati
untuk yang lain, namun selalu saja aku tak bisa. Aku melihatmu disetiap mataku
tertutup, dan airmataku berderai tiba-tiba meski ku tak memintanya, seakan
teramat rindunya ia terhadapmu.
Ada pepatah mengatakan, “Orang yang
akan cepat hilang dari ingatan adalah orang yang paling kita benci” dan bila ku
ingat semua tentangmu, sudah sepatutnya aku membencimu yang pergi
meninggalkanku begitu saja setelah kau tabur semua keindahan dihatiku, kau
harus tahu bahwa aku pun sanggup bahagia meski tanpamu, bila kau kini telah
bersanding dengannya, akupun ingin kau melihat bahwa aku bisa menyanding
dirinya yang dulu pernah amat kucintai. Aku akan hidup bahagia, sama sepertimu,
meski aku tak pernah tahu apa yang sebenarnya hati ini kehendaki.
Lama tak kudengar tentangmu yang
kini entah dimana, hingga waktu menyeret rinduku kalahkan benci yang bersemayam
dalam hati, meski tetap emosi karna kau tinggal pergi, bisik hati kecil selalu
bertanya akan keberadaan serta kabarmu, ku tahu itu rindu, dan tak bisa selalu
ku munafiki hatiku sendiri, jiwaku rindu mendengar tawa ceriamu yang dulu
selalu hiasi hariku. Tuhan, aku berdosa karna merindunya, terlebih dia
kini tlah memiliki belahan jiwa yang selalu ada untuknya...
0 komentar:
Posting Komentar