Sabtu, 29 Agustus 2015

Dear Kamu...,



DEAR KAMU…

            Malam yang terasa amat hening kembali menyuguhkan bayang tentangmu, sunyi nya hati ini menambah kepedihan hati yang tengah tersiksa oleh rindu yang tak ku tahu kapan akan berlalu. Ingin rasanya ku berlari mengejarmu dan bertanya “Mengapa kau tinggalkanku? Tidak kah kau tahu bahwa aku telah jatuh hati padamu?” namun entah kemana aku harus berlari, karna kini aku tak pernah tahu dimana engkau berada.

            Tak pernah ada seseorang yang mampu mengerti perasaanku kini, dan mungkin memang takan pernah ada. Hanya malam, bulan, dan bintang yang menjadi teman setia sekaligus pendengar lirih hati setiap kali rasa ini kembali hadir membelenggu diri, terkadang sejuknya rintik air hujan yang samarkan airmataku mampu sedikit tenangkan jiwa, sementara sang hati terus meronta meminta hak tuk temui cintanya. Rindu tetaplah rindu, ronta dan airmata hanya mampu menjadi penawar semata, sementara kau yang telah bersamanya takan pernah mungkin lagi dapat obati semua luka ini, meski tak pernah putus doaku setiap kali aku bersimpuh kepada Nya. Harapan itu tetap hidup meski hanya sekecil cahaya lentera ditengah gulita, hati ini takan menyerah, karna ku tahu Tuhan maha mengerti, cinta yang hakiki pasti akan temui bahagia di akhir cerita.

            Sebuah foto yang kau wasiatkan menjadi obat paling mujarab, meski terkadang ku harus menatapnya dengan penuh kecewa, sebatas inikah balasan dari cinta yang ku punya. Entah sampai kapan aku akan terus seperti ini, dan entah siapa yang akan menggantikanmu nanti.

            Dalam tak sadar ternyata ada banyak orang yang bersimpati terhadapku, kegalauan yang kurasa mungkin mengganggu mereka, bahkan orang tuaku turut berkomentar pada sikapku yang kini lebih asyik mengurung diri di kamar, satu saat mereka membuatku amat terkejut, malam yang tenang seakan berubah gersang ketika mereka berkata telah menyiapkan pendamping hidup untuk ku, ya, memang aku kesepian, aku butuh seseorang yang selalu ada untuk ku, mendengar semua keluh kesahku, tapi seseorang seperti itu tidak harus berstatus pasanganku, karna meski kini ia telah bersama orang lain, hatiku masih utuh untuknya, dan aku tak yakin akan ada seseorang yang mampu menggantikan posisinya dihatiku.

            Aku sungguh tak berniat untuk bersanding dengannya sang pilihan orang tuaku, aku tak ingin sengsara seumur hidup karena hidup dengan orang yang tak kucintai. Hati dan pikiran yang tak tenang kembali menyuat rasa sakit yang dulu kau berikan, persandinganmu dengannya yang mengiris hati ini sedikit meninggalkan dendam. Ku ingin kau tahu bahwa aku bisa melanjutkan hidupku meski tanpamu. Ku putuskan untuk segera mencari penggantimu dan menikah bersamanya, paling tidak aku tak terlalu tersiksa bila hidup dengan pilihanku sendiri.

            Seseorang yang dulu pernah ku ceritakan padamu, seseorang yang dulu juga pernah mengiris hatiku, kini telah bersedia menemani hidupku, walau sungguh aku tak tahu tentang perasaanku kini padanya, dalam benak ku hanya ada rasa kecewa terhadapmu dan dendam yang tak mampu ku redam, ingin rasanya ku teriak didepan wajahmu, terangkan padamu tentang aku yang takan sendiri lagi, tentang aku yang telah memilih untuk melanjutkan hidupku tanpamu dan akan dengan segera melupakanmu.

            Ku kirim sepucuk surat undangan untukmu, kuharap kau membacanya lalu rasakan apa yang dulu ku rasakan, kuharap setelah kau menerima undangan itu, kau akan segera menghubungiku dan ucapkan selamat, meski takan berarti apa-apa, namun paling tidak ku bisa kembali mendengar suaramu yang selama ini kurindu. Lama ku tunggu kabar darimu, namun kabar itu ternyata tak datang langsung darimu, ada seseorang yang mewakilimu untuk ucapkan selamat dan memohonan maaf karna kau takan datang di hari persandinganku. Ada kecewa yang tak terkira saat kudengar kabar seperti itu, apa sebenarnya alasanmu untuk tidak hadir penuhi undanganku, apa kau benar-benar tak tahu tentang perasaanku padamu? Tapi ku yakin kau seseorang yang amat peka pada perasaanku.

            Seluruh sahabat, kerabat serta orang-orang yang kukenal dekat hadir tuk ucapkan selamat, sementara aku yang berdiri tegap menghadap pintu masih menunggu keajaiban hadir bersama ragamu, sedikitpun tak ada rasa haru atau bahagia, seluruh rasaku hanya menanti kau untuk dapat obati rinduku yang tak ku tahu lagi sebesar apa kini ukurannya. Namun hingga acara hampir selesai, wajahmu tetap tak nampak didepan mataku, mungkin kau sungguh-sungguh dengan pesanmu, kau takan datang untuk ku, mungkin untuk selamanya…

0 komentar:

Posting Komentar

 
;