DEAR
KAMU…
Malam yang terasa amat hening
kembali menyuguhkan bayang tentangmu, sunyi nya hati ini menambah kepedihan
hati yang tengah tersiksa oleh rindu yang tak ku tahu kapan akan berlalu. Ingin
rasanya ku berlari mengejarmu dan bertanya “Mengapa kau tinggalkanku? Tidak kah
kau tahu bahwa aku telah jatuh hati padamu?” namun entah kemana aku harus
berlari, karna kini aku tak pernah tahu dimana engkau berada.
Tak pernah ada seseorang yang mampu
mengerti perasaanku kini, dan mungkin memang takan pernah ada. Hanya malam,
bulan, dan bintang yang menjadi teman setia sekaligus pendengar lirih hati
setiap kali rasa ini kembali hadir membelenggu diri, terkadang sejuknya rintik
air hujan yang samarkan airmataku mampu sedikit tenangkan jiwa, sementara sang
hati terus meronta meminta hak tuk temui cintanya. Rindu tetaplah rindu, ronta
dan airmata hanya mampu menjadi penawar semata, sementara kau yang telah
bersamanya takan pernah mungkin lagi dapat obati semua luka ini, meski tak
pernah putus doaku setiap kali aku bersimpuh kepada Nya. Harapan itu tetap
hidup meski hanya sekecil cahaya lentera ditengah gulita, hati ini takan
menyerah, karna ku tahu Tuhan maha mengerti, cinta yang hakiki pasti akan temui
bahagia di akhir cerita.
Sebuah foto yang kau wasiatkan
menjadi obat paling mujarab, meski terkadang ku harus menatapnya dengan penuh
kecewa, sebatas inikah balasan dari cinta yang ku punya. Entah sampai kapan aku
akan terus seperti ini, dan entah siapa yang akan menggantikanmu nanti.
Dalam tak sadar ternyata ada banyak
orang yang bersimpati terhadapku, kegalauan yang kurasa mungkin mengganggu
mereka, bahkan orang tuaku turut berkomentar pada sikapku yang kini lebih asyik
mengurung diri di kamar, satu saat mereka membuatku amat terkejut, malam yang
tenang seakan berubah gersang ketika mereka berkata telah menyiapkan pendamping
hidup untuk ku, ya, memang aku kesepian, aku butuh seseorang yang selalu ada
untuk ku, mendengar semua keluh kesahku, tapi seseorang seperti itu tidak harus
berstatus pasanganku, karna meski kini ia telah bersama orang lain, hatiku
masih utuh untuknya, dan aku tak yakin akan ada seseorang yang mampu
menggantikan posisinya dihatiku.
Aku sungguh tak berniat untuk
bersanding dengannya sang pilihan orang tuaku, aku tak ingin sengsara seumur
hidup karena hidup dengan orang yang tak kucintai. Hati dan pikiran yang tak
tenang kembali menyuat rasa sakit yang dulu kau berikan, persandinganmu
dengannya yang mengiris hati ini sedikit meninggalkan dendam. Ku ingin kau tahu
bahwa aku bisa melanjutkan hidupku meski tanpamu. Ku putuskan untuk segera
mencari penggantimu dan menikah bersamanya, paling tidak aku tak terlalu
tersiksa bila hidup dengan pilihanku sendiri.
Seseorang yang dulu pernah ku
ceritakan padamu, seseorang yang dulu juga pernah mengiris hatiku, kini telah
bersedia menemani hidupku, walau sungguh aku tak tahu tentang perasaanku kini
padanya, dalam benak ku hanya ada rasa kecewa terhadapmu dan dendam yang tak
mampu ku redam, ingin rasanya ku teriak didepan wajahmu, terangkan padamu
tentang aku yang takan sendiri lagi, tentang aku yang telah memilih untuk
melanjutkan hidupku tanpamu dan akan dengan segera melupakanmu.
Ku kirim sepucuk surat undangan
untukmu, kuharap kau membacanya lalu rasakan apa yang dulu ku rasakan, kuharap
setelah kau menerima undangan itu, kau akan segera menghubungiku dan ucapkan
selamat, meski takan berarti apa-apa, namun paling tidak ku bisa kembali
mendengar suaramu yang selama ini kurindu. Lama ku tunggu kabar darimu, namun
kabar itu ternyata tak datang langsung darimu, ada seseorang yang mewakilimu
untuk ucapkan selamat dan memohonan maaf karna kau takan datang di hari
persandinganku. Ada kecewa yang tak terkira saat kudengar kabar seperti itu,
apa sebenarnya alasanmu untuk tidak hadir penuhi undanganku, apa kau
benar-benar tak tahu tentang perasaanku padamu? Tapi ku yakin kau seseorang
yang amat peka pada perasaanku.
Seluruh sahabat, kerabat serta
orang-orang yang kukenal dekat hadir tuk ucapkan selamat, sementara aku yang
berdiri tegap menghadap pintu masih menunggu keajaiban hadir bersama ragamu, sedikitpun
tak ada rasa haru atau bahagia, seluruh rasaku hanya menanti kau untuk dapat
obati rinduku yang tak ku tahu lagi sebesar apa kini ukurannya. Namun hingga
acara hampir selesai, wajahmu tetap tak nampak didepan mataku, mungkin kau
sungguh-sungguh dengan pesanmu, kau takan datang untuk ku, mungkin untuk
selamanya…
0 komentar:
Posting Komentar