DEAR
KAMU…
Bagaikan semilir angin yang sejukan
jiwa, kehadiranmu kini kurasa, namun tetap saja ragaku tak dapat menyetuhmu. Bahagia
memang kurasa, bahkan tak terkira besarnya, setelah kau kembali hadir sembuhkan
luka yang dibuat rindu durjana. Suaramu yang dulu amat kurindu kini sering
menyapaku kala mentari mulai hangatkan bumi. Karunia Tuhan yang maha Esa,
membuatmu dapat menerimaku kembali dengan penuh kehangatan, bahkan tergambar
jelas dari suaramu tentang kebahagiaan yang kau rasakan saat kita saling
bertegur sapa, ku berharap itu semua adalah cerminan dari perasaanmu padaku,
karna sejujurnya aku berharap kau merasakan apa yang selama ini aku rasakan.
Hari-hari kini mulai berubah,
pelangi pun mulai warnai setiap pagi, tak ada lagi kelabu dan haru biru, dunia
berubah saat kau kembali hadir, meski ada sesuatu yang dapat membuatmu pergi
dariku secara tiba-tiba, namun semua itu takan berarti apa-apa jika ku mampu
terus membuatmu nyaman disampingku. Kurasa dia pendampingmu pun telah tahu
tentang kita yang kini kembali dekat meski hanya lewat telfon atau pesan
singkat, entah dia merasa cemburu atau tidak, namun kurasa dia memang sedikit
terganggu dengan kehadiranku ditengah-tengah kalian, apalagi dia tahu bahwa aku
menyukaimu sejak dulu.
Tapi sepertinya kau malah
memanfaatkan situasi rumit ini, kurasa kau memang senang membuatnya cemburu,
entah kau memang memancing kemarahannya atau hanya mengetes kesabarannya. Kita semakin
dekat, tiada hari tanpa kudengar suaramu, ketika sepi menyapa, suaramu akan
segera terdengar ditelingaku dan kembali menghangatkan suasana, bahkan tak peduli
meski ada dia disampingmu, kau sama sekali tak canggung menemaniku tertawa
bersama meski ku tahu apa yang dirasakan pasanganmu.
Satu ketika kau menanyakan alasanku
kembali menghubungimu, sungguh aku tak pernah berpikir kau akan menanyakan hal
itu, dengan jujur kumenjawab bahwa yang memaksaku kembali menghubungimu adalah
rindu, dan meski sejujurnya aku malu untuk mengungkapkannya, namun entah
mengapa mulutku teramat lancang mengakui semua rasaku padamu, ya, aku
mengungkapkan semua perasaanku yang terpendam sekian lama, aku tak bermaksud
menyakitimu, menakutimu, atau bahkan merebutmu darinya, hanya saja aku tlah tak
kuasa menahan semua ini, kau harus tahu agar aku pun mengerti apa yang
sebenarnya kau rasakan terhadapku.
Suara lembutmu mulai menjelaskan apa
yang sebenarnya terjadi padamu, kau ceritakan apa yang aku tak tahu, kau buatku
mengerti akan posisimu saat ini, dan kau membuatku tahu ada segenggam cintamu
untuk ku. Terlambat memang, aku yang bersalah tak ungkapkan semua rasaku lebih
dulu, andai ku tahu kau pun miliki rasa yang sama denganku, mungkin pernikahan
kau dengannya serta aku dan dia takan terjadi, mungkin jalan cerita cintanya
takan seperti ini, dan yang pasti akan lebih banyak bahagia yang tercipta. Namun
apa daya semua tlah terjadi, kini hanya tangis yang balut semua penyesalan yang
ada, hatiku pesimis pada semua mimpi yang teramat manis, sepertinya apa yang ku
mau memang benar-benar takan pernah terjadi, aku takan pernah bisa memilikimu,
karna kau takan bisa pergi dari dirinya, begitupun aku yang takan mampu pergi
tinggalkan dia.
Meski tanpa kepastian kini kita
mulai menjalani sebuah kisah kecil yang tak pernah ku tahu akan tumbuh menjadi
apa, namun kau yang selalu ada disaat ku membutuhkanmu cukup mengisi kekosongan
di hati, itu teramat berarti untuk ku. Aku yang amat menyayangimu kini tahu
bahwa kau pun menyayangiku, meski belum ku tahu sebesar apa sayang mu padaku. Ini
bukan jalinan cinta sepasang kekasih, namun memang seperti itulah apa yang kita
lakukan, sepenuhnya aku menyadari bahwa semua ini adalah benar-benar dosa dan
kurasa kau pun menyadarinya, namun kita telah sama-sama hanyut terbawa arus
cinta yang begitu deras, hingga kita lupa pada pasangan kita masing-masing. Terkadang
aku masih bertanya “Apakah ini nyata, atau hanya sebatas mimpi yang berlarut?”
Jika
ini mimpi aku takan rela terbangun dari tidurku, karna asal bersamamu, seperti
apapun kehidupannya semua akan terasa indah, bahkan meski harus penuh dengan
dosa sekalipun.

0 komentar:
Posting Komentar